Judicial Review Pasal 433 KUHPerdata

 

11 Mei 2023 – “Dalam sejarah manusia sampai saat ini, terdapat salah satu kaum yang belum dikembalikan hak-hak atas dirinya kembali yakni penyandang disabilitas mental.” Ucap Yeni Rosa, Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat.

 

Pasal 433 dalam KUH Perdata menyatakan : “Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya, seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan”. 

 

Read more: Judicial Review Pasal 433 KUHPerdata

Koalisi Masyarakat Sipil Tandatangani Nota Kesepahaman Kolaborasi Penanganan Disinformasi Pemilu dalam Forum Multipihak

 

Senin, 17 April 2023 - Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu (Koalisi) menandatangani Nota Kesepahaman Kolaborasi Penanganan Disinformasi Pemilu dalam Forum Multipihak dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI pada 14 Maret 2023 secara desk to desk di Jakarta. Nota Kesepahaman ini dibuat untuk memperkuat kerja kolaborasi dan koordinasi melalui forum multipihak dalam rangka menangani disinformasi di media sosial pada Pemilu dan Pilkada 2024 sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. 

Untuk mencapai tujuan bersama tersebut, Koalisi dan Bawaslu akan melakukan beberapa kolaborasi aktivitas. Koalisi dan Bawaslu akan membangun database tren topik dan taktik yang sering digunakan untuk penyebaran disinformasi di pemilu-pemilu sebelumnya, menyambungkan skema pelaporan konten disinformasi satu sama lain, berbagi data laporan untuk dilakukan penilaian bersama agar penanganan bisa lebih terkoordinasi serta efisien dari segi waktu dan sumber daya, serta menyediakan dan menyebarkan kontranarasi terhadap topik-topik yang digunakan untuk disinformasi. Koalisi juga akan mengkreasikan informasi pemilu agar lebih aksesibel bagi kelompok rentan.

Koalisi mengapresiasi keterbukaan dan iktikad Bawaslu yang berupaya bekerja sama dengan para pihak terkait dalam mencegah dan menangani disinformasi pemilu. Koalisi berharap kerja sama yang sudah dijalin oleh Bawaslu dengan lembaga negara lain dalam Gugus Tugas; dengan koalisi masyarakat sipil dalam Nota Kesepahaman ini; serta dengan pihak lain seperti platform media sosial bisa mendapat payung hukum di Perbawaslu untuk koordinasi yang efektif. 

“Kami harap kolaborasi isu disinformasi ke depan bisa lebih terarah sehingga dampak hoaks pemilu bisa diredam,” kata Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho (17/4).

Koalisi merekomendasikan Perbawaslu mengatur pembentukan forum multipihak untuk mencegah dan menangani pengacauan informasi penyelenggaraan pemilu. Landasan hukum dari penyelenggara pemilu akan mengefektifkan koordinasi dan komunikasi para pihak dalam forum serta memperkuat rekomendasi-rekomendasi tindak lanjut penanganan disinformasi pemilu yang dihasilkan bersama dalam forum ini. Kerja kolaborasi multipihak diharapkan mampu secara efektif melindungi hak pemilih dari bentuk-bentuk pengacauan informasi di Pemilu dan Pilkada 2024.

“Semoga Bawaslu menindaklanjuti dengan membentuk forum multipihak yang akan menjadi faktor kunci dalam penanganan disinformasi,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Anwar Razak (17/4).

Dari sisi masyarakat sipil, Koalisi terus berupaya memperkuat diri dengan menguatkan struktur internal, berbagi pengetahuan, menyusun rencana kerja bersama, dan menyusun skema koordinasi antaranggota Koalisi. Upaya ini diharapkan bisa berkontribusi terhadap penguatan daya tawar masyarakat sipil yang semakin efektif untuk bekerja sama dan bernegosiasi dengan penyelenggara pemilu, platform media sosial, dan lembaga negara terkait dalam mekanisme penanganan disinformasi.

Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu dibentuk dengan visi untuk mendorong ekosistem digital yang demokratis yang dapat memenuhi hak publik untuk mendapatkan informasi dengan memastikan pencegahan dan penanganan disinformasi pemilu menghormati hak asasi manusia. Koalisi yang beranggotakan 11 kelompok masyarakat sipil ini bekerja dengan mengacu pada empat misi antara lain memperkuat kemampuan dalam mendeteksi, menganalisis, dan mengungkap disinformasi; memperkuat respons dan penanganan yang terkoordinasi terhadap suatu disinformasi yang menghargai kebebasan berekspresi dan keamanan individu dan publik; memperkuat komunikasi dan koordinasi dalam mengatasi disinformasi; serta meningkatkan literasi pemilih untuk memperkuat ketahanan pemilih terhadap disinformasi. “Kami semua berkomitmen untuk memperkuat literasi digital di masyarakat,” pungkas Peneliti Center for Digital Society (CfDS), Iradat Wirid (17/4).

Kelompok perempuan, masyarakat adat, dan disabilitas menjadi bagian dari Koalisi. Perempuan, masyarakat adat, dan disabilitas memiliki kerentanan tertentu terhadap disinformasi yang beredar. Keterbatasan informasi pemilu dalam format yang dapat dikonsumsi ragam disabilitas membuat disabilitas lebih rentan dari pemilih lainnya. “Perempuan dan kelompok marginal sangat penting untuk dikuatkan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dan bermakna,” tutur Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati Tangka (17/4).

Guna memperkuat konsolidasi ke depan, platform media sosial juga diharapkan ikut terlibat dalam kerja kolaborasi melindungi pemilu dari ancaman disinformasi. Kewenangan platform media sosial dalam proses penanganan konten perlu diimbangi oleh keterlibatan bermakna dari pihak-pihak lain. Dengan keterlibatan dan kolaborasi tersebut, penentuan konten yang boleh dan tidak boleh ada di ruang digital bisa diputuskan secara lebih demokratis dan akuntabel. “Platform media sosial juga punya peran dan tanggung jawab untuk turut mengawal,” tandas Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti (17/4). 

Ekosistem informasi pemilu yang sehat menentukan kualitas Pemilu 2024. Ketersediaan informasi pemilu yang memadai dan perlindungan dari informasi menyesatkan akan membantu pemilih untuk menentukan pilihan dengan bijak. Menyehatkan ekosistem informasi di Pemilu  perlu kerja bersama. “Hanya dengan melawan disinformasi bersama kepercayaan pada proses dan hasil pemilu dapat diraih dan konflik dapat dihindari,” tutup Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay (17/4).

*Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu:

Center for Digital Society (CfDS); ICT Watch; Koalisi Perempuan Indonesia (KPI); Komite Pemantau Legislatif (Kopel); Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo); Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit); Perempuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN); Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS); Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem); Public Virtue Institute; Sherly Haristya (peneliti independen).

 

Narahubung :

+62817-0021-868

+62813-1048-9942

 

Sidang Pemeriksaan Saksi, dan Mendengar Permohonan Pihak Terkait Judicial Review Pasal 433 KUH Perdata

 

Kamis, 2 Maret 2023 – Mahkamah Konstitusi RI menggelar Sidang Pemeriksaan Saksi, dan Mendengar Permohonan Pihak Terkait Pada Nomor Perkara 93/PUU-XX/2022 perihal Judicial Review (JR) Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Permohonan ini diajukan oleh Tim Advokasi Jiwa Sehat.

 

Persidangan yang dilaksanakan pada pukul 11.00 WIB secara luring ini menghadirkan satu Pihak Terkait, dan Dua saksi. Saudara Ripin sebagai Pihak Terkait menyampaikan dirinya menjadi korban dari Pasal Pengampuan di KUHPerdata. Dimana Pihak Terkait secara paksa dibawa ke Rumah Sakit Jiwa dan mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi ketika berada di Rumah Sakit Jiwa, serta diajukannya permohonan pengampuan tanpa diketahui dan dilakukan pemeriksaan terhadap Pihak Terkait. Selain itu akibat dari otoritas pengambilan keputusan yang dialihkan, tabungannya sebesar Rp. 532.766.943 (lima ratus tiga puluh dua juta tujuh ratus enam puluh enam ribu sembilan ratus empat puluh tiga rupiah) bisa diambil oleh Kakak Kandung dan Kakak Iparnya dari rekening milik Pihak Terkait.

 

Kemudian dua orang Saksi yang hadir adalah sebagai berikut :

1. Rhino Ariefiansyah S.Sos. M.E.A.P, seorang pengajar dan peneliti di Departemen Antropologi Universitas Indonesia yang memiliki diagnosa skizofrenia, dan 

2. Salwa Paramitha, S.H. seorang Mahasiswa Magister Jurusan Hukum di Universitas Gadjah Mada, yang berdiagnosa bipolar. 

 

Para Saksi memberikan informasi kondisi mereka sebagai Penyandang Disabilitas Mental tidak menghambat untuk produktif, serta tidak melalaikan kewajiban yang dimilikinya karena mendapatkan dukungan secara medis dan sosial. 

 

Lebih lanjut, Saksi Salwa juga menerangkan meskipun saat berada di fase Manik, dirinya tetap berkemampuan dalam membuat keputusan, dan mengelola keuangan. Dalam prosesnya, Saksi dibantu oleh Pendamping untuk membuat keputusan yang terbaik menurut Saksi Salwa, bukan sebaliknya seperti yang ada pada Sistem Pengampuan di Pasal 433 KUH Perdata. 

 

Informasi-informasi yang diberikan disambut oleh pertanyaan. Salah satunya dari Kuasa Hukum Presiden dari Kejaksaan RI yang bertanya “Apakah menurut saudara saksi, apa yang saudara saksi alami sebagai PDM akan selalu sama dengan PDM lainnya? Apakah ada kemungkinan bahwa PDM lain mengalami kondisi yang lebih berat sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda?” Saksi Rhino dengan tegas menjawab bahwa kondisi secara kedokteran mungkin sama, tetapi perbedaannya adalah Saksi Rhino memiliki support system. 

 

Informasi-infomasi ini diharapkan bisa memberikan pencerahan bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dan Para Pihak untuk merevisi Pasal 433 KUHPerdata terhadap Penyandang Disabilitas Mental.

 

#HapuskanPengampuan #PengampuanMelanggarHAM

 

Don't have an account yet? Register Now!

Sign in to your account