Panti

Perhimpunan Jiwa Sehat Gelar Webinar Perlindungan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas : Mengenal Lebih Jauh Jaminan Sosial, Bantuan Sosial, dan Konsesi di

 

 

31 Januari 2023 - Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), Indonesia wajib menjamin akses perlindungan sosial bagi Penyandang Disabilitas seperti yang tertera di Pasal 25 tentang Kesehatan, Pasal 26 tentang Habilitasi dan Rehabilitasi, dan Pasal 28 tentang Standar Kehidupan dan Perlindungan Sosial yang Layak.

 
Sayangnya masih banyak yang belum memahami perlindungan sosial dan perbedaan antara Jaminan Sosial, Bantuan Sosial, dan Konsesi.
 
Ada berbagai jaminan sosial seperti :
1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
3. Jaminan Hari Tua (JHT)
4. Jaminan Pensiun (JP)
5. Jaminan Kematian (JKM), dan
6. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
 
Dan ada banyak bantuan sosial menjadi program pemerintah. Pada Webinar kali ini, Perhimpunan Jiwa Sehat ingin membahas kedua pokok pembahasan tersebut dengan mengundang dua narasumber, yakni :
 
Timboel Siregar, S.Si., S.H., M.M. (Koordinator Advokasi BPJS Watch), dan
Antoni Tsaputra, S.S., M.A., Ph.D. (Ketua Umum AIDRAN Indonesia)
 
Kegiatan Webinar ini dilaksanakan 2 kali.
 
1. Untuk Indonesia Bagian Barat pada:
Hari, tanggal : Selasa, 31 Januari 2023
Pukul : 10.00 s.d. 12.00 WIB
Media : Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/81947372396?pwd=YVlmdXhTU1k5VEM5VTQ0cGVIUmZoZz09
Meeting ID: 819 4737 2396
Passcode: 929103
 
2. Untuk Indonesia Bagian Tengah dan Timur pada:
Hari, tanggal : Kamis, 2 Februari 2023
Pukul : 13.00 s.d. 15.00 WITA
Media : Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/81947372396?pwd=YVlmdXhTU1k5VEM5VTQ0cGVIUmZoZz09
Meeting ID: 819 4737 2396
Passcode: 929103
 
 

Menunggu Kehadiran Pemerintah Dalam Global Disability Summit

 

Pada 24 Juli 2018, Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), bersama dengan Aliansi Disabilitas Internasional (IDA) dan Pemerintah Kenya menyelenggarakan Global Disability Summit (GDS) pertama di London. GDS ini sebagai ajang sharing best practice dari berbagai negara dalam penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas. Selain itu, forum ini juga untuk memupuk perhatian dan komitmen pemerintah, organisasi masyarakat, development agencies dan organisasi bisnis untuk terlibat dan fokus pada tantangan dan peluang pembangunan terhadap 1 miliar penyandang disabilitas di dunia, yang kemudian menjadi suatu komitmen internasional dan nasional.

Namun sayangnya dalam pertemuan tahun 2018 Pemerintah Indonesia tidak hadir sehingga tidak bisa ikut dalam pembuatan komitmen. GDS berikutnya akan berlangsung pada tahun 2022. Menjelang GDS yang akan dilaksanakan pada tahun ini, IDA melibatkanberbagaiorganisasi penyandang disabilitas di tingkat nasional untuk mengevaluasi kemajuan komitmennegara, melalui kegiatan diskusidan pelatihandalam penyusunan strategi untuk GDS itu sendiri

Demi mewujudkan hal ini, atas dukungan IDA dan TCI Asia Pasifik, PJS dan HWDI telah mengadakan lokakarya pada 19 s.d 22 Maret 2021yang melibatkan kementerian/lembaga negara dan aktivis penyandang disabilitas di Indonesia. Dalam lokakarya itu dihasilkan berbagai rekomendasi yang akan disampaikan pada GDS tahun 2022. Rekomendasi itu mengerucut pada tiga isu, yaitu: pendidikan, vaksinasi, serta perempuan dan anak dengan disabilitas. 

Menyinggung pelaksanaan GDS tahun 2022, perwakilam pemerintah yang dihadiri dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, dan Kementerian Luar Negeri menyambut baik GDS yang akan dilaksanakan, karena hal ini penting untuk membuatpenyandangdisabilitas menjadi isu bersama yang bisa diselesaikan secara global.

Komitmen itu perlu direalisasikan dengan kehadiran Pemerintah Indonesia sebagai langkah awal mendorong komitmen negara sebagai aktor utama pemenuhan hak. Ketika pemerintah hadir dan memaparkan tanggung jawab dan capaiannya itu akan menjadi penilaian akuntabilitas pemerintah.Hal ini tentu akan sejalan dengan target SDGs, memastikan komitmen pemerintah untuk saling bersinergi dan mendukung implementasi kebijakan bersama, agar nantinya tidak ada yang tertinggal. Semua itu dapat diwujudkan dengan kerjasama, saling menguatkan dan saling membantu.

 

Pembebasan Perempuan Penghuni Panti Dugaan Korban Kekerasan Seksual

Pada 20 November 2021, Perhimpunan Jiwa Sehat Jakarta berhasil membebaskan wanita dengan initial “D” dari salah satu panti disabilitas mental di Kota Bekasi, atas dukungan LBH Masyarakat dan Kementerian Sosial.

Lima hari sebelumnya saat pemantauan di Panti Jamrud Biru, “D” mengaku menjadi target korban kekerasan seksual. Dirinya diajak untuk berhubungan seksual oleh oknum staf panti sebanyak 2 kali. Secara kasatmata kondisi “D” saat pertama kali bertemu terlihat sangat kurus, terdapat luka gatal hampir diseluruh tubuhnya, kondisi rambut yang terlihat berantakan dan tidak terawat dan hanya menggunakan kaus tipis.

Sebelum “D” dibebaskan, PJS Jakarta berkunjung ke rumah orang tuanya, untuk memberikan edukasi bahwa “D” mengalami ancaman kekerasan seksual, dan yang dialami “D” itu adalah penyakit kejiawaan dan bias dijamin pembiayaannya oleh BPJS kesehatan karena selama 15 bulan ini keluarga membayar sebesar Rp. 2,1 juta perbulan untuk perawatan di panti Jamrud Biru. Akhirnya pihak keluarga setuju “D” dipulangkan dari panti.

Pada saat pembebasan pihak dari Kementerian Sosial sudah hadir terlebih dahulu di panti tersebut. Kemudian PJS, LBH Masyarakat dan keluarga “D” dating untuk membawa “D” keluar panti Namun hal itu bukan perkara yang mudah. Pihak panti marah kepada orang tua “D”, mengapa orang tuanya tidak memberitakuhan kepada pihak panti agar “D” dibebaskan satu hari sebelumnya, dan keluarganya menurut pihak panti tidak pernah menjenguk “D” serta masih menunggak pembayaran selama 5 bulan di panti tersebut.

Setelah dilakukan negosiasi, “D” akhirnya bisa dipulangkan dengan kesepakatan hitam diatas putih: “.... Dengan ini, kami ingin menjemput saudara untuk dibawa ke RSCM untuk berobat. Nama : “D” Hubungan : Anak. Dan untuk selanjutnya menjadi tanggungjawab keluarga secara penuh.....”

Kemudian kami segera bergerak menuju RSCM. Setibanya di RSCM “D” mendapatkan pemeriksaan oleh dua orang psikiater secera tertutup, psikiater juga meminta informasi dari PJS dan juga ayah “D”. Setelah pemeriksaan dari kedua psikiter, mereka merujuk “D” ke dokter spesialis kulit dan Forensik.

Dari hasil pemeriksaan dokter spesialis kulit ditemukan Jamur diseluruh tubuh “D”, yang menyebabkan dia mengalami gatal-gatal. Sanitasi di panti Jamtrud Biru tidak layak dan juga kebersihan kulit “D” tidak dijaga. Di RSCM “D” dirawat selama 12 hari. Saat pengobatan itu, PJS kerap kali menjenguk dan menghubungi psikiater untuk menanyakan kondisi “D”. PJS meminta psikiater untuk bisa mengedukasi keluarga “D” agar bisa menerima “D” di keluarga.

Pada tanggal 30 November 2021, PJS dan perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi DKI. Jakarta berkunjung ke rumah “D”. Kami memberikan konseling kepada keluarga dan juga mengedukasi bahwa penyakit kejiawaan bisa sembuh dengan berobat rutin dan juga dukungan keluarga.

Pada 2 Desember 2021 akhirnya “D” bisa keluar dari RSCM dan bisa diterima kembali oleh keluarga. PJS memantau keadaan “D” melalui adiknya, dan memperoleh informasi bahwa “D” sudah pulih dan keluarga bisa menerima “D” dengan tangan terbuka. PJS juga memantau keadaannya kerap berkomunikasi melalui chat dan telepon dengan“D”, Saat ini “D” sudah pulih, produktif kembali, dan sudah bisa bersosialisasi dalam WAG PJS Jakarta.

CRPD: Panduan Utama Penelitian PJS-KPI untuk Identifikasi Kebutuhan PDM

Convention on The Rights of Persons With Disabilities (CRPD) – Media Difa  Indonesia – Life Changes

Penghuni panti masih menjadi bagian dari warga negara yang terlupakan. Sebab Negara telah mengabaikan situasi buruk yang terjadi di dalam panti, ditandai dengan adanya mekanisme akreditasi bagi panti – panti yang masih memperlakukan penghuninya tidak manusiawi. Situasi tersebut, semakin memperburuk kondisi penyandang disabilitas mental (PDM) sebagai penghuni panti. Dan, semakin menguatkan stigma bahwa penyandang disabilitas mental yang telah keluar dari panti.

 

Negara harus hadir untuk membantu para PDM yang keluar dari panti, untuk melanjutkan kehidupannya di tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang berdasarkan dengan kebutuhan dan situasi PDM.

 

“di luar negeri sudah tidak ada Panti, bahkan PDM mendapatkan asisten personal dari anggaran negara” ujar Ibu Yeni Rosa pada sesi materi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD)terkait dengan kewajiban negara dalam memenuhi hak – hak disabilitas mental.

 

Memang CRPD menjadi panduan utama dalam penelitian yang akan dilakukan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) bersama dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), untuk mengidentifikasi kebutuhan PDM paska keluar dari panti, di 6 wilayah yaitu Brebes, Cilacap, Kebumen, Semarang, Yogyakarta, dan Bekasi.

 

Orientasi CRPD menjadi bagian terpenting dari rangkaian kegiatan penelitian, sebab melalui CRPD berharap peneliti dapat mengembangkan instrument penelitian yang sudah ada. Mengingat kondisi di lapangan penelitian sering terjadi hal-hal yang tidak terprediksikan, maka CRPD dapat menjadi kacamata untuk melihat yang terlupakan. Termasuk, diantaranya adalah perempuan.

 

“perempuan PDM penghuni panti adalah perempuan-perempuan yang terlupakan, yang rentan dengan kekerasan seksual” ungkap Ibu Yeni Rosa yang menjelaskan kondisi perempuan di panti rehabilitasi. 

 

PJS sangat beruntung penelitian ini mendapatkan sambutan hangat dari KPI, yang kedepan turut akan menyuarakan situasi perempuan di dalam panti, agar kedepannya perempuan PDM yang keluar dari panti bisa terus berdaya dan berinklusi di masyarakat, terlibat dalam berbagai kegiatan masyarakat serta melanjutkan kehidupannya.  

 

Pasal 3 dan Pasal 19 CRPD menjadi kunci dari keseluruhan pasal-pasal yang di dalamnya, yakni terkait dengan prinsip umum dan penyandang disabilitas yang mandiri.

PJS memperjuangkan Terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) P5HAM

Pada Senin, 13 Desember 2021. Dilaksanakan kegiatan Peluncuran Kelompok Kerja Penghormatan, Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan HAM (Pokja P5HAM) sebagai langkah strategis dari Pemerintah untuk menyelesaikan masalah ketimpangan yang dialami oleh Penyandang Disabilitas Mental (PDM).

 

Kegiatan ini digelar dalam rangka peringatan Hari HAM Sedunia ke-73 tanggal 10 Desember 2021 dan Hari Disabilitas Internasional yang diperingati pada tanggal 3 Desember 202. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) dengan Direktorat Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

 

Dasar hukum terbentuknya Pokja P5HAM berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-01.HA.04.02 Tahun 2021 tentang pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Penghormatan, Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia bagi Penyandang Disabilitas Mental.

 

Acara peluncuran Pokja P5HAM ini dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward O.S. Hiariej, Wakil Duta Besar Australia Steve Scott, wakil daridelegasi Kantor Staf Presiden (KSP), dan para pimpinan tinggi madya serta Pimpinan pratama dari Kementerian/Lembaga dan segenap jajaran delegasi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Rangkaian kegiatan diawali Peluncuran Pokja P5HAM bagi Penyandang Disabilitas Mental (PDM) dan kemudian berlanjut dengan diskusi panel.

Dr. Mualimin Abdi, SH, MH selaku Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa

“UUD 1945 merupakan landasan Pokja P5HAM di Indonesia. Selain itu, ada instrumen HAM nasional yang telah diratifikasi berkaitan dengan hukum positif di Indonesia, salah satunya CRPD yang telah diratifikasi UU 19/2011. Ini dimaknai bahwa Indonesia harus mewujudkan P5HAM. Untuk memperkuat komitmen pemerintah, telah dibentuk UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas”.

 

Wakil Menteri Hukumdan HAM yaitu Prof Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, M.Hum menyampaikan

“Pada 2019 Indonesia telah ratifikasi CRPD, kemudian Indonesia mengesahkan UU 8/2016, penyandang disabilitas memiliki hak untuk bebas dari stigma. Pengesahan regulasi ini merupakan langkah maju untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi. Saat ini pemerintah telah memperhatikan Penyandang Disabilitas Mental di panti berdasarkan pengaduan masyarakat”.

Setelah peluncuran Pokja P5ham oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel. Terdapat beberapa narasumber, yaitu : Yeni Rosa Damayanti selaku Ketua Perhimpnan Jiwa Sehat, Ir. Timbul Sinaga, M. Hum selaku Direktur Instrumen HAM-Kementerian Hukum dan HAM, Ema Widianti selaku perwakilan Kementerian Sosial, dr. Calestinus Eigya Munthe, Sp. KJ., M.Kes selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA- Kementerian Kesehatan. Sementara itu, penanggap yaitu Sunarman Sukamto selaku Tenaga Ahli Madya Kedeputian V KSP dan Muhammad Afif Abdul Qoyin selaku Direktur LBHM. Moderator Sonya Hellen Sinambor selaku Jurnalis KOMPAS.

 

Terdapat beberapa materi yang disampaikan oleh narasumber yaitu materi “Pokja P5HAM bagi Penyandang Disabilitas Mental di Panti-Panti Sosial” dibawakan olehYeni Rosa Damayanti, materi “Upaya Implementasi P5HAM bagi Penyandang Disabilitas Mental” yang dibawakan oleh Timbul Sinaga, materi “Kebijakan Penanggulangan Pemasungan & Layanan Kesehatan Jiwa Sesuai Hak Asasi Manusia” dibawakan oleh Celestinus Eigya dan materi “Kebijakan Kementerian Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Mental Melalui Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi)” dibawakan Oleh Ema Widianti yang menggantikan Eva Rahmi Kasim.

 

Pada awal paparan Timbul Sinaga sebagai ketua pelaksana harian Pokja P5HAM memaparkan harapan dan beberapa langkah konkret yang akan dilakukan;

“Penanganan kedepan yaitu inventarisasi masalah, apa yang dihadapi, harus mulai dari hulu ke hilir, dan apa solusinya. Artinya di dunia ini banyak negara yang sudah memiliki penanganan atas PDM. Negara mana yang sudah bagus untuk dijadikan best practices, salah satunya adalah Australia. Kemudian kita modifikasi sesuai dengan culture negara Indonesia. Apa yang menjadi solusinya. Setelah itu pembagian tugas masing-masing antar kementerian atau lembaga Negara sesuai dengan Tupoksi”. Ucap Ir. Timbul Sinaga.

Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat yaitu Yeni Rosa Damayanti, salah seorang pencetus Pokja P5HAM di tahun 2018 bercerita terkait buruknya standar pelayanan di panti.

“Pemasungan di panti juga banyak terjadi, dan pemasungannya terjadi secara berjamaah. PDM malah banyak menjadi korban daripada pelaku. Kekerasan yang banyak dimuat di social media justru PDM yang menjadi pelaku. Keluarga mengirimkan anggota keluarga kepanti itu berbayar. Bantuan yang masuk kepanti bukan untuk kepentingan penghuni justru untuk cat panti. Penghuni mendapatkan obat yang sama tanpa memperoleh diagnosa. Padahal obat psikotik itu berbahaya bagi tubuh manusia. Terjadi tubektomi atau sterilisasi paksa terhadap penghuni. Solusi yang diperlukan ialah hidup inklusif di tengah-tengah masyarakat (sejalan dengan Pasal 19 CRPD). Oleh karena itu, kewajiban pemerintah untuk menfasilitasi. Sistem panti penampungan itu harus dihentikan karena melanggar hak PDM untuk hidup inklusi di masyarakat. Panti itu dikembalikan sebagai tempat rehabilitasi jangka pendek dan bentuknya day care. Ada standar pelayaan minimum penghuni panti, me-review akreditasi panti. Standar LKS itu harus mendapatkan persetujuan dari si penerima manfaat, penjelasan hak dan kewajiban, menjelaskan mekanisme pengaduan”.

 

Hasil dan rekomendasi dari kegiatan :

1. Pokja P5HAM ini akan mengoptimalkan strategi secara sistematis keterhambatan penyandang disabilitas mental.

2. Pokja P5HAM sebagai langkah maju untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi.

3. Pokja P5HAM bekerja dengan hukum, regulasi, dan bidang Tusi masing-masing.

4. Setelah terbentuk Pokja akan ada implementasi, misalnya membuat surat ke menteri, gubernur, bupati/walikota dan pemilik panti tentang informasi keberadaan Pokja dan Tusinya

5. Pokja P5HAM sebagai modal untuk mengoptimalkan negara dalam upaya pemenuhan dan perlindungan HAM.

6. Setiap layanan dalam Pokja P5HAM diusahakan mendapatkan BPJS kesehatan, jika belum mendapatkan maka akan dimasukan datanya ke xkema PBI.

7. Penyandang disabilitas dimaksimalkan potensinya dengan pelatihan dan pemberdayaan.

Social Media PJS