Panti
Perhimpunan Jiwa Sehat Gelar Webinar Perlindungan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas : Mengenal Lebih Jauh Jaminan Sosial, Bantuan Sosial, dan Konsesi di
31 Januari 2023 - Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), Indonesia wajib menjamin akses perlindungan sosial bagi Penyandang Disabilitas seperti yang tertera di Pasal 25 tentang Kesehatan, Pasal 26 tentang Habilitasi dan Rehabilitasi, dan Pasal 28 tentang Standar Kehidupan dan Perlindungan Sosial yang Layak.
Menunggu Kehadiran Pemerintah Dalam Global Disability Summit
Pada 24 Juli 2018, Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), bersama dengan Aliansi Disabilitas Internasional (IDA) dan Pemerintah Kenya menyelenggarakan Global Disability Summit (GDS) pertama di London. GDS ini sebagai ajang sharing best practice dari berbagai negara dalam penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas. Selain itu, forum ini juga untuk memupuk perhatian dan komitmen pemerintah, organisasi masyarakat, development agencies dan organisasi bisnis untuk terlibat dan fokus pada tantangan dan peluang pembangunan terhadap 1 miliar penyandang disabilitas di dunia, yang kemudian menjadi suatu komitmen internasional dan nasional.
Namun sayangnya dalam pertemuan tahun 2018 Pemerintah Indonesia tidak hadir sehingga tidak bisa ikut dalam pembuatan komitmen. GDS berikutnya akan berlangsung pada tahun 2022. Menjelang GDS yang akan dilaksanakan pada tahun ini, IDA melibatkanberbagaiorganisasi penyandang disabilitas di tingkat nasional untuk mengevaluasi kemajuan komitmennegara, melalui kegiatan diskusidan pelatihandalam penyusunan strategi untuk GDS itu sendiri
Demi mewujudkan hal ini, atas dukungan IDA dan TCI Asia Pasifik, PJS dan HWDI telah mengadakan lokakarya pada 19 s.d 22 Maret 2021yang melibatkan kementerian/lembaga negara dan aktivis penyandang disabilitas di Indonesia. Dalam lokakarya itu dihasilkan berbagai rekomendasi yang akan disampaikan pada GDS tahun 2022. Rekomendasi itu mengerucut pada tiga isu, yaitu: pendidikan, vaksinasi, serta perempuan dan anak dengan disabilitas.
Menyinggung pelaksanaan GDS tahun 2022, perwakilam pemerintah yang dihadiri dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, dan Kementerian Luar Negeri menyambut baik GDS yang akan dilaksanakan, karena hal ini penting untuk membuatpenyandangdisabilitas menjadi isu bersama yang bisa diselesaikan secara global.
Komitmen itu perlu direalisasikan dengan kehadiran Pemerintah Indonesia sebagai langkah awal mendorong komitmen negara sebagai aktor utama pemenuhan hak. Ketika pemerintah hadir dan memaparkan tanggung jawab dan capaiannya itu akan menjadi penilaian akuntabilitas pemerintah.Hal ini tentu akan sejalan dengan target SDGs, memastikan komitmen pemerintah untuk saling bersinergi dan mendukung implementasi kebijakan bersama, agar nantinya tidak ada yang tertinggal. Semua itu dapat diwujudkan dengan kerjasama, saling menguatkan dan saling membantu.
Pembebasan Perempuan Penghuni Panti Dugaan Korban Kekerasan Seksual
Pada 20 November 2021, Perhimpunan Jiwa Sehat Jakarta berhasil membebaskan wanita dengan initial “D” dari salah satu panti disabilitas mental di Kota Bekasi, atas dukungan LBH Masyarakat dan Kementerian Sosial.
Lima hari sebelumnya saat pemantauan di Panti Jamrud Biru, “D” mengaku menjadi target korban kekerasan seksual. Dirinya diajak untuk berhubungan seksual oleh oknum staf panti sebanyak 2 kali. Secara kasatmata kondisi “D” saat pertama kali bertemu terlihat sangat kurus, terdapat luka gatal hampir diseluruh tubuhnya, kondisi rambut yang terlihat berantakan dan tidak terawat dan hanya menggunakan kaus tipis.
Sebelum “D” dibebaskan, PJS Jakarta berkunjung ke rumah orang tuanya, untuk memberikan edukasi bahwa “D” mengalami ancaman kekerasan seksual, dan yang dialami “D” itu adalah penyakit kejiawaan dan bias dijamin pembiayaannya oleh BPJS kesehatan karena selama 15 bulan ini keluarga membayar sebesar Rp. 2,1 juta perbulan untuk perawatan di panti Jamrud Biru. Akhirnya pihak keluarga setuju “D” dipulangkan dari panti.
Pada saat pembebasan pihak dari Kementerian Sosial sudah hadir terlebih dahulu di panti tersebut. Kemudian PJS, LBH Masyarakat dan keluarga “D” dating untuk membawa “D” keluar panti Namun hal itu bukan perkara yang mudah. Pihak panti marah kepada orang tua “D”, mengapa orang tuanya tidak memberitakuhan kepada pihak panti agar “D” dibebaskan satu hari sebelumnya, dan keluarganya menurut pihak panti tidak pernah menjenguk “D” serta masih menunggak pembayaran selama 5 bulan di panti tersebut.
Setelah dilakukan negosiasi, “D” akhirnya bisa dipulangkan dengan kesepakatan hitam diatas putih: “.... Dengan ini, kami ingin menjemput saudara untuk dibawa ke RSCM untuk berobat. Nama : “D” Hubungan : Anak. Dan untuk selanjutnya menjadi tanggungjawab keluarga secara penuh.....”
Kemudian kami segera bergerak menuju RSCM. Setibanya di RSCM “D” mendapatkan pemeriksaan oleh dua orang psikiater secera tertutup, psikiater juga meminta informasi dari PJS dan juga ayah “D”. Setelah pemeriksaan dari kedua psikiter, mereka merujuk “D” ke dokter spesialis kulit dan Forensik.
Dari hasil pemeriksaan dokter spesialis kulit ditemukan Jamur diseluruh tubuh “D”, yang menyebabkan dia mengalami gatal-gatal. Sanitasi di panti Jamtrud Biru tidak layak dan juga kebersihan kulit “D” tidak dijaga. Di RSCM “D” dirawat selama 12 hari. Saat pengobatan itu, PJS kerap kali menjenguk dan menghubungi psikiater untuk menanyakan kondisi “D”. PJS meminta psikiater untuk bisa mengedukasi keluarga “D” agar bisa menerima “D” di keluarga.
Pada tanggal 30 November 2021, PJS dan perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi DKI. Jakarta berkunjung ke rumah “D”. Kami memberikan konseling kepada keluarga dan juga mengedukasi bahwa penyakit kejiawaan bisa sembuh dengan berobat rutin dan juga dukungan keluarga.
Pada 2 Desember 2021 akhirnya “D” bisa keluar dari RSCM dan bisa diterima kembali oleh keluarga. PJS memantau keadaan “D” melalui adiknya, dan memperoleh informasi bahwa “D” sudah pulih dan keluarga bisa menerima “D” dengan tangan terbuka. PJS juga memantau keadaannya kerap berkomunikasi melalui chat dan telepon dengan“D”, Saat ini “D” sudah pulih, produktif kembali, dan sudah bisa bersosialisasi dalam WAG PJS Jakarta.
CRPD: Panduan Utama Penelitian PJS-KPI untuk Identifikasi Kebutuhan PDM
Penghuni panti masih menjadi bagian dari warga negara yang terlupakan. Sebab Negara telah mengabaikan situasi buruk yang terjadi di dalam panti, ditandai dengan adanya mekanisme akreditasi bagi panti – panti yang masih memperlakukan penghuninya tidak manusiawi. Situasi tersebut, semakin memperburuk kondisi penyandang disabilitas mental (PDM) sebagai penghuni panti. Dan, semakin menguatkan stigma bahwa penyandang disabilitas mental yang telah keluar dari panti.
Negara harus hadir untuk membantu para PDM yang keluar dari panti, untuk melanjutkan kehidupannya di tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang berdasarkan dengan kebutuhan dan situasi PDM.
“di luar negeri sudah tidak ada Panti, bahkan PDM mendapatkan asisten personal dari anggaran negara” ujar Ibu Yeni Rosa pada sesi materi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD)terkait dengan kewajiban negara dalam memenuhi hak – hak disabilitas mental.
Memang CRPD menjadi panduan utama dalam penelitian yang akan dilakukan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) bersama dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), untuk mengidentifikasi kebutuhan PDM paska keluar dari panti, di 6 wilayah yaitu Brebes, Cilacap, Kebumen, Semarang, Yogyakarta, dan Bekasi.
Orientasi CRPD menjadi bagian terpenting dari rangkaian kegiatan penelitian, sebab melalui CRPD berharap peneliti dapat mengembangkan instrument penelitian yang sudah ada. Mengingat kondisi di lapangan penelitian sering terjadi hal-hal yang tidak terprediksikan, maka CRPD dapat menjadi kacamata untuk melihat yang terlupakan. Termasuk, diantaranya adalah perempuan.
“perempuan PDM penghuni panti adalah perempuan-perempuan yang terlupakan, yang rentan dengan kekerasan seksual” ungkap Ibu Yeni Rosa yang menjelaskan kondisi perempuan di panti rehabilitasi.
PJS sangat beruntung penelitian ini mendapatkan sambutan hangat dari KPI, yang kedepan turut akan menyuarakan situasi perempuan di dalam panti, agar kedepannya perempuan PDM yang keluar dari panti bisa terus berdaya dan berinklusi di masyarakat, terlibat dalam berbagai kegiatan masyarakat serta melanjutkan kehidupannya.
Pasal 3 dan Pasal 19 CRPD menjadi kunci dari keseluruhan pasal-pasal yang di dalamnya, yakni terkait dengan prinsip umum dan penyandang disabilitas yang mandiri.