ICJS 2025 menegaskan: tidak ada keadilan iklim tanpa keadilan disabilitas. Dalam side event “Disability Rights = Climate Justice—Tanpa Inklusi, Tak Ada Keadilan Iklim” yang dihadiri 45 peserta, testimoni lapangan—dari gelombang laut yang kian besar hingga eksklusi disabilitas dari program bantuan—bertemu inisiatif pengorganisasian seperti KODISYA (Korum Disabilitas Angin).

 

Cerita-cerita ini menunjukkan bagaimana perubahan iklim menggerus penghidupan, akses informasi, dan keselamatan, sekaligus memantik kesadaran kolektif untuk membangun pendidikan komunitas, memperluas jaringan, dan menuntut pelibatan bermakna.

 

Dalam workshop “Perlindungan Sosial—Penyandang Disabilitas” yang dipandu PJS, para narasumber menegaskan perlindungan sosial adalah kewajiban negara dan harus ganda: jaminan sosial dasar yang mencegah kemiskinan kronis serta skema adaptif untuk risiko iklim (bencana, gagal panen, kehilangan kerja). Isu ekstra biaya disabilitas, sulitnya akses BPJS bagi pekerja non-standar, K3 yang tak melindungi, hingga data yang tak terpilah, dipetakan sebagai penghambat utama.

 

Diskusi kelompok merumuskan solusi: data pilah disabilitas, SOP evakuasi inklusif dan latihan mandiri, asuransi iklim berbasis komunitas dengan skema tunai, perumahan pascabencana yang aksesibel, akses energi terjangkau untuk alat bantu, layanan publik tanpa jalur rujukan berbelit, serta partisipasi bermakna OPD dalam setiap tahap mitigasi–adaptasi–resiliensi.

 

Pleno tematik mengikat agenda lintas isu: transisi energi berbasis komunitas dan berkeadilan gender, perlindungan ekosistem darat–pesisir, kota inklusif dan tahan iklim, kedaulatan pangan dari darat hingga laut, ekonomi rendah emisi yang adil, penguatan ruang demokrasi, dan strategi dari akar rumput hingga litigasi.

 

Pada dialog dengan DPD/DPR, delapan subjek terdampak—miskin kota, nelayan, petani, perempuan, disabilitas, buruh, orang muda, dan masyarakat adat—menyerahkan tuntutan spesifik; DPD menyatakan komitmen mendorong RUU Keadilan Iklim ke Prolegnas dengan tujuan adaptasi–mitigasi yang berkeadilan. Kesepakatannya jelas: negara wajib merelokasi anggaran secara spesifik untuk inklusi disabilitas, menulisnya eksplisit dalam RUU, RAN, NDC, dan laporan UNFCCC, serta memastikan perwakilan disabilitas hadir hingga COP30.

 

Pada hari terakhir ICJS 2025, peserta dari delapan subjek terdampak—miskin kota, nelayan, petani, perempuan, penyandang disabilitas, buruh, orang muda, dan masyarakat adat—menggelar aksi jalanan yang berujung di Patung Kuda, Silang Monas. Aksi dipenuhi orasi, testimoni lapangan, dan pembacaan tuntutan yang merangkum hasil dua hari pertemuan: dari perlindungan sosial adaptif–inklusif hingga jaminan partisipasi bermakna dalam setiap kebijakan iklim. Suaranya satu: keadilan iklim harus nyata, inklusif, dan tidak meninggalkan siapa pun.