Pada Senin, 15 November 2021 Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) melakukan Pemantauan penghuni panti galuhdan jamrud biru bersama Direktorat Instrumen Hak Asasi manusia-Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas-Kementerian Sosial dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat). Pemantauan ini dilaksanakan dalam rangka pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Penghormatan, Pelindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia (P5HAM) Bagi Peyandang Disabilitas Mental. Pembentukan Pokja P5HAM sebagai langkah maju untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas mental.

Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di panti sosial atau rehabilitasi harus tinggal bertahun-tahun, mengalami berbagai perlakuan tidak manusiawi. Selama ini, mereka belum mendapat perhatian khusus pemerintah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran serta aksi dari pihak-pihak terkait dalam penanggulangan permasalahan ini. Penyandang disabilitas mental juga memiliki hak atas perlindungan dan pemenuhan kebutuhan hidup selama di panti sosial. Situasi ini memunculkan kebutuhan mendesak bagi para penyandang disabilitas mental yang berada di panti sosial untuk mendapatkan keadilan dalam Hak Asasi Manusia.

Dalam rangka melakukan advokasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak PDM. PJS berkolaborasi bersama Direktorat Instrumen Hak Asasi manusia-Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas-Kementerian Sosial, dan LBHM untuk pembentukan Pokja P5HAM bagi Penyandang Disabilitas Mental. Pokja P5HAM ini diharap dapat mengawal pelaksanaan perlindungan PDM.

Salah satu rangkaian kegiatan dalam pembentukan Pokja P5HAM tersebut ialah melakukan kegiatan pemantauan ke panti sosial, diantaranya panti Galuh dan Yayasan Jamrud Biru di Kota Bekasi-Provinsi Jawa Barat secara langsung jalannya standar operasional prosedur rehabilitasi didalam Panti Sosial ini.

Kondisi PDM dari 2 panti ini sedikit banyak dapat mewakili gambaran dari puluhan ribu pemghuni panti di Indonesia. Kondisi panti sangat tidak nyaman dan tidak layak, penghuni tidur hanya beralaskan triplek, dan digabung dalam satu ruangan. Di Panti Jamrud Biru keseluruhan ruangan hanya tertutup dan beratap seng, lantai tidak dipasang ubin dan kurangnya aliran udara didalamnya. Sanitasi tidak memadai, Mandi, Cuci, Kakus yang tersedia juga sangat tidak layak, dimana kamar mandi yang tersedia hanya satu. Kondisi dapur juga sangat sempit dan kebersihannya tidak terjaga, para staf yang memasak juga tidak memperhatikan protokol kesehatan, tidak menggunakan masker ataupun sarung tangan tanpa memikirkan kebersihan makanan sehingga kondisi kesehatan makanan dan minuman yang dikonsumsi penghuni pun juga kurang terjamin kemananannya, terlebih para penghuni mengambil air minum dari aliran air keran yang belum dimasak.

Kesehatan penghuni pun kurang mendapatkan perhatian dari pihak panti yang tidak memiliki kerjasama dengan fasilitas kesehatan setempat, padahal perawat kesehatan yang terdapat di panti bukanlah tenaga kesehatan atau berlatar belakang dokter atau pun perawat melainkan hanya staf. Oleh karena itu, bagaimana mungkin PDM dalam panti dapat kembali sehat sedangkan untuk makanan dan kondisi tempat tinggal mereka dalam keadaan yang kurang memadai seperti itu.

Privasi dari penghuni wanita kurang terjaga karena para staf laki-laki bebas untuk keluar masuk ruangan para penghuni wanita dan tidak adanya ruang tertutup untuk mereka beristirahat. Kesaksian dari penghuni juga menyatakan bahwa tradisi rantai merantai masih diterapkan dan menjadi salah satu ancaman para staf kepada penghuni perempuan jika tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Dan itu sudah melanggar penerapan HAM bagi PDM di dalam panti.

Saat kami melakukan pemantauan terdapat salah satu penghuni Panti Jamrud Biru yang meninggal dunia, diduga mengalami diare selama berhari-hari hingga mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan. Hal ini diduga akibat perawat kesehatan yang berugas di yayasan ini juga bukanlah tenaga kesehatan melainkan hanya staf dari Panti yang tidak berlatar belakang sebagai seorang tenaga medis. Panti tidak memiliki kerjasama dengan pihak kesehatan. Fakta tersebut akhirnya menimbulkan pertanyaan yang menggelisahkan yaitu, Bagaimana kondisi penghuni panti lain saat kami tidak melakukan pemantauan di panti ini?

Pasca pemantauan, PJS melakukan sounding atau advokasi ke pemangku kepentingan seperti lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan pihak lainnya. PJS mendapatkan respon yang beragam, salah satunya respon dari pihak Jamrud Biru yang terindikasi melakukan ancaman. Oleh karena itu, Kementerian Sosial melakukan FGD, dengan tujuan bukan untuk mencari siapa yang salah namun mencari solusi untuk memperbaiki sistem pelayanan di panti sosial.

Untuk penjelasan lebih lanjut terkait hasil Focus Group Discussion (FGD) yang merupakan hasil sounding atau advokasi PJS terkait penegakkan Hak Asasi Manusia Penyandang Disabilitas Mental, dapat diakses pada link berikut ini :

Urung Rembuk Mersepon Temuan Hasil Pemantauan PJS Untuk Perbaikan Layanan di Panti Sosial