Dorong Terbentuknya Pokja Panti

 

Ir. Timbul Sinaga, M.Hum  Direktur Instrumen HAM, Kemenkumham RI menyatakan, “kita butuh untuk mendorong terbentuknya pokja yang lintas kementerian dan membuat road map untuk mengetahui kebutuhan saat bagi penyandang disabilitas mental. Hal itu diungkapkan saat temu Inklusi Daring 2020 yang bertema mengenal hambatan HAM Orang dengan Disabilitas Psikososial (jumat/23/10/20). Senada dengan Timbul, Yeni Rossa Damayanti mengapresiasi komitmen untuk mendorong pembentukkan Pokja Panti. Ia menyarankan Pokja panti dapat terbentuk pada Hari Disabilitas Internasional.  Ia menandaskan hingga saat ini, orang dengan disabilitas mental pada beberapa panti masih mengalami praktek yang kurang manusiawi seperti pemasungan, tempat yang kurang layak dan layanan kesehatan yang kurang memadai.  Praktek kurang manusiawi itu yang terjadi di beberapa panti sepatutnya membutuhkan kehadiran negara untuk menyelesaikan persoalan yang dialami oleh orang dengan disabilitas mental. “panti sosial harus direvitalisasi menjadi asrama sehingga persoalan yang dialami penyandang disabilitas mental tidak bisa diselesaikan pada satu kementerian saja,” ujarnya. 
 
Sementara, Sarli Zulhendra, S.H. dari SIGAB mengungkapkan masih timbulnya stigma yang ada di masyarakat sehingga penyandang disabilitas terlupakan. Dalam penyusunan regulasi pun aturan terkait penyandang disabilitas mental seperti yang tertuang dalam Undang Undang Nomer 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, belum memberikan penghormatan, perlindungan dan pemebuhan hak-hak meeka. “Pasal 32 sampai dengan  34 masih sama dengan UU sebelumnya atau menyalin KUH Perdata meskipun ada sedikit modifikasi”, tukas Berkaitan dengan aspek kesetaraan di muka hukum, praktek yang terjadi di masyarakat, cakap atau tidaknya ditentukan melalui proses sosial, ketika sudah disematkan gila maka seluruh haknya gugur. Kedua cakap tidaknya seseorang juga ditentukan melalui proses hukum atau proses pengampuan dalam ranah hukum pidana dan perdata. Dalam peradilan pidana ini Sarli Zulhendra mencontohkan adanya PDM yang dimintakan menjadi saksi di peradilan, ia sudah 10 kali mendapatkan rawat inap, jaksa tidak mempunyai bahan terkait psikososialnya, namun kemudian hakim mengajak komunkasi, dan mengambil sumpah keterangan dan dapat dijadikan bahan bukti. Hisyam Ikhtiar Mulya dari LBH Masyarakat menekankan Dalam ketentuan CRPD penyandang disabilitas berhak mendapatkan keadilan, yang didasarkan pada kesetaraan di muka hukum dan keadilan,  Kesetaraan di mua hukum, itiu kalau kita baca Pasal 8 UU 8/2016 yang menyebutkan diakui sebagai subjek hukum”, tukas Hisyam Ikhtiar Mulya. 
 
Risnawati Utami Perwakilan Komite PBB mengungkapkan, “pilihan dan kontrol diri kita dan kita memiiliki kesetaraan yang sama kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Pentingnya hidup mandiri itu menjadi kunci bagi dukungan kesehatan.”