Keadilan

Butuh Rencana Aksi bersama Untuk Perlindungan Perempuan Penyandang Disabilitas Mental di Panti

Butuh Rencana Aksi bersama Untuk Perlindungan Perempuan Penyandang Disabilitas Mental di Panti

 

Dalam rangka memperingati hari kesehatan sedunia dan menyambut hari disabilitas internasional yang jatuh pada desember nanti, KPPA menyelenggarakan FGD yang bertema perlindungan perempuan penyandang disabilitas di Panti, 12/10/20. Dalam FGD tersebut, Nyimas Aliah mendorong adanya tim kecil untuk melakukan inventarisir masalah dan solusi terkait dengan persoalan perempuan penyandang disabilitas mental untuk menjadi rencana aksi nasional.  

Dalam sambutannya, Nyimas Aliah, Asdep Perlindungan Perempuan dan Anak menyatakan bahwa FGD ini bertujuan untuk mengadvokasi perlindungan hak perempuan penyandang disabilitas. “Kita tidak mentolerir adanya kekerasan seksual terhadap perempuan,” jelasnya. Salah satu fungsi KPPA yakni membuka layanan/pengaduan korban kekerasan mulai dari penjangkauan, saksi ahli visum dan perlindungan terhadap korban.

Sementara Yeni Rosa, Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) sebagai narasumber FGD tersebut menyatakan, “ada kurang lebih 8000 perempuan terkurung di panti sosial. Mereka berada di tempat yang menyerupai penjara. Mereka hanya bisa keluar ketika makan, kegiatan diluar namun sebagian besar waktu terkurung di ruangan,” jelasnya. 

Situasi di beberapa panti sosial masih terjadi pemasungan, pengobatan paksa, gizi buruk, sarana yang kurang memadai, layanan kesehatan yang kurang memadai, sanitasi yang tidak layak, perampasan hak asuh anak ketika melahirkan, sterilisasi tanpa persetujuan perempuan penyandang disabilitas mental dan praktek di panti yang berpotensi terhadap kekerasan seksual perempuan, mengingat minimnya petugas perempuan dan petugas laki-laki dapat hilir mudik  secara bebas serta menempatkan perempuan, anak kecil dan laki-laki berada di satu tempat. Tingkat kematian di panti juga hampir 3-6 orang per bulan 

Kondisi yang memprihatinkan tersebut perlu ada solusi untuk agar perempuan penyandang disabilitas mental dapat hidup secara inklusif dia masyarakat. Ia mengatakan, “perlu mengubah panti dari bentuk tertutup menjadi terbuka seperti asrama. Namun hal ini membutuhkan pelatihan petugas, monitoring dan evaluasi,” lanjutnya. Disisi lain, keluarga dan lingkungan memberikan dukungan terhadap perempuan penyandang disabilitas mental untuk tumbuh dan berkembang. 

Sementara, Eva Kasim, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial, “Kami saat ini sedang berupaya melakukan reformasi yang fleksibel dengan melibatkan komunitas dan masyarakat untuk berperan menanggani persoalan perempuan disabilitas mental,” tandasnya. 

Ia menyadari isu perempuan penyandang disabilitas mental tersebut sangat multi sektor dan kompleks, karenanya perlu ada peran dan sinergi antara kementerian/lembaga serta pemerintah pusat dan daerah. Kemensos sedang melakukan platform baru untuk menguatkan layanan psikiatri berbasis keluarga, komunitas dan balai. Selain itu, akan mengintegrasikan sistem jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan serta melalui badan akreditas layanan sosial akan menyeleksi LKS dan melakukan pembinaan terhadap LKS yang telah ada. 

“Terkait pendampingan yang dilakukan kemensos dapat dilakukan MoU misalnya ketika PJS ingin melakukan pendampingan pendampingan kepada yayasan galuh, kami akan bantu dan bagaimana mekanisme dan upaya apa yang akan dilakukan. Kemensos tidak bisa bekerja sendiri dan tidak bisa menjangkau itu, sehingga kita akan melibatkan banyak pihak, informasi dan dukungan mengenai hal ini,” lanjutnya.

Disisi lain, Elia Rahmawati dari Kemenko PMK menyatakan perlu adanya mainstreamin untuk pemberdayaan perempuan penyandang disabilitas mental, baik terkait stigma dan diskriminasi dan edukasi dan mendorong adanya komitmen terkait pemberdayaan perempuan penyandang disabiltas mental

Rencana aksi yang digagas harus mampu menyusun rencana jangka pendek, menengah dan panjang, beliau mendorong adanya koordinasi dan kolaborasi program dalam rencana aksi tersebut. Senada dengan hal itu, Adhi Prana dari Bappenas menyatakan bahwa, “ Bappenas sedang menyusun rencana induk menjadi rencana aksi tahunan sehingga rencana aksi yang digagas dapat dikawal oleh kementerian/lembaga,” jelasnya. 

Sementara, Sunarman dari KSP menyatakan “perlu adanya gerakan struktural dan cultural. Isu PDM sebaiknya masuk dalam program 200 kemendesa inklusif dan kota/kab ramah HAM. Selain itu, mendorong kolaborasi dengan posyandu terkait deteksi dini kesehatan jiwa dan edukasi ke masyarakat sehingga memiliki daya jangkau yang luas,” jelasnya. Meski demikian, ia mengatakan, KSP akan memastikan perlindungan terhadap penyandang disabilitas pada mekanisme monitoring dan comply-nya. 

 
 
 

Social Media PJS